Di
tengah gencarnya peluncuran motor baru, ternyata eksistensi Honda CB
tidak hilang disapu jaman. Bahkan semangat eksklusifnya tetap terjaga.
Padahal motor ini sendiri sudah stop produksi 27 tahun lalu. Di
Indonesia, produksi Honda CB berlangsung selama 10 tahun, dari 1971
hingga tahun 1981. “Pada jamannya sekitar tahun 70-an, pengendara Honda
CB tidak banyak dan meluas. Di Jakarta, pengguna Honda CB paling
kalangan anak “Menteng” yang rata-rata status ekonominya berlebih.
Soalnya harganya mahal sekitar Rp 250.000,” ungkap Remy Silado yang
dikenal sebagai Sineas, Novelis, dan Budayawan.
Tradisi
Honda CB untuk tumbuh bisa dilihat di wilayah Jawa Timur. Tercatat
mulai tahun 1995, di tiap kabupaten terus bermunculan klub motor Honda
CB. Kebangkitan kembali motor ini didominasi model CB 100, dan melebar
hingga ke wilayah Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2000. Indikasinya
tercatat beberapa nama klub Honda CB di ibukota, yaitu Kumpulan Motor
Kolot, HCB (Honda Club Bekasi), Jakarta Motor Tua di wilayah Kalibata,
serta HDC (Honda Depok Club). Masih ada nama lain dengan plat komunitas,
yaitu “CB Owners Indonesia”.
Trend
Honda CB di Jakarta makin menjangkiti kaum muda, setelah sempat muncul
di film “Janji Joni” tahun 2005. Berkembangnya klub dan komunitas Honda
CB diakui oleh Mujiono, ketua Jakarta CB Club. Pria yang lebih dikenal
dengan Cak Ndut, menceritakan pada penyelenggaraan Jambore Honda CB ke-7
di Jembrana, Bali, yang hadir tidak kurang dari 3.700 orang. “Yang
hadir di sana bukan hanya dari Jawa. Ada dari Padang, Bengkulu, Lampung,
bahkan ada dari NTT,” ucap Cak Ndut.
Kenapa Pilih Honda CB Di tengah trend motor klasik
Honda
CB termasuk target buruan utama. Bahkan dicari pencintanya sampai ke
pelosok. Alasannya pun beragam, seperti Yudha Danuwardhana, pecinta
motor tua dan anggota klub “Iron Horse Jakarta”. Ia membeli motor Honda
CB karena beranggapan motor ini klasik, tapi tidak ketinggalan jaman.
“Tampilannya enak di pandang dan kecepatannya masih kompetitif dengan
motor baru sekelasnya,” katanya.
Sementara
M. Maftuh, ketua Club CB Nganjuk, Jawa Timur beranggapan, daya jelajah
Honda CB itulah yang membuatnya jatuh cinta. Alasan lain menurut pria
yang sering dipanggil Kang Dun ini,
karena mudah merawatnya dan gampang mencari spare part-nya. “Kalau soal
daya jelajah itu. Ketika Jambore di Jember dan Jembrana, ada anggota
yang datang dari Padang
,
dua orang perempuan paruh baya pecinta CB,” imbuh Kang Dun. “Dan untuk
membuktikan daya jelajah motor ini, pada bulan Juni 2008 kami ada agenda
touring ke wilayah Nol Kilometer, Pulau Sabang, ujung barat Provinsi
Nangroe Aceh Darusallam,” timpal Cak Ndut. Karyawan ruang pameran
Anjungan Lampung TMII yang juga penggebuk drum Band “Anjula”, Maryono
mengatakan alasan memilih motor CB 100 selain lumayan irit, merawatnya
tidak susah. “Cukup ganti oli tiap bulan dan service, itu saja.”
Berbagai
alasan yang mengemuka patut dihormati, termasuk yang di sampaikan
Andriyanto, anggota Club CB Ancol, “Motor Honda CB membuat saya meraih
prestasi, menang dalam bersaing merebut hati wanita. Padahal saingannya
pakai motor Ninja RR, bro,” ucapnya polos kepada 2wheelers saat kopdar
di Monas.
Sejarah kelahiran Honda CB
Menurut
Kristanto, Head Corporate Communication PT. Astra Honda Motor (AHM),
Honda CB pertama kali masuk di Indonesia pada tahun 1971 dengan kode
Honda CB 100 K1. Dan terus berevolusi sampai model CB 100 K5 tahun 1981.
“Honda CB yang beredar di Indonesia merupakan kendaraan rakitan AHM
yang waktu itu masih bernama PT. Federal Motor.”
Selain
CB 100, diproduksi juga model dengan kapasitas mesin lebih besar, yaitu
125cc, 175cc dan 200cc. “Untuk seri 175cc dan 200cc saat itu dikenal
memiliki performace atau kecepatan yang sangat baik, karena mesinnya
dilengkapi 2 silinder dan karburator ganda (double carburator). Tapi
yang terpopuler di Indonesia adalah seri CB 100,” imbuh
Kristanto.Kristanto menambahkan, Honda CB dikenal sebagai pelopor sepeda
motor sport 4-langkah di Indonesia yang bertenaga, namun konsumsi BBM
sangat irit. Pada saat itu semua produk kompetitor masih menggunakan
jenis mesin 2-langkah. Di ajang balapan, Honda CB yang sudah
dimodifikasi juga sempat digunakan beberapa pembalap nasional, seperti
Saksono bersaudara. Bahkan berhasil menyabet beberapa gelar juara. Dalam
kurun waktu 10 tahun masa produksi (1971-1981), jumlah penjualan
akumulatif Honda CB ini sekitar 600.000 unit. Dengan rata-rata penjualan
sekitar 60 ribu unit per tahun, dan merupakan penguasa sepeda motor
sport pada masanya, pangsanya sekitar 50%
Suka Duka Mencintai Honda CB
Kalau
sudah jatuh cinta sampai ke tahap memiliki, tidak mustahil orang akan
siap resiko pahit. Begitu pula dengan pencinta Honda CB. Demi melihat
motornya tetap elegan dan berwibawa di jalanan, berapa pun uang yang
dibutuhkan pasti akan diusahakan. Andreyanto, anggota klub CB Ancol,
sambil tertawa kecil menceritakan dia membeli CB 100 dalam keadaan
hancur dengan harga Rp 2 juta dari tangan ketiga. Dan membangunnya mesti
mengeluarkan dana Rp4 juta. Meski merasa dibohongi oleh penjualnya,
tetapi dia tetap merasa puas telah mendapatkan motor impiannya.
“Semboyannya kan gini, kalau belum bisa memiliki motor tua jangan ngaku
orang kaya, bro,” ucap Andre bergaya. “Kalau dapat spare part asli, kita
seperti menemukan sesuatu yang “wah”. Makanya setiap hari sebelum
sampai di kantor, saya hunting dulu di pasar loak lapangan Urip
Sumohardjo Mester,“ ujar Yuda dari Iron Horse Jakarta. Yuda yang
menggunakan CB 100-nya sehari-hari, merasa gembira motornya pernah
ditawar Rp8,5 juta. “Pada waktu membeli dari tangan pertama harganya
cuma Rp8 ratus ribu, dan membangun hanya Rp5 ratus ribu.”
“Honda
CB ini bisa dikategorikan motor kanibal. Dalam arti bisa memakai spare
part motor Honda yang lain,” seloroh Cak Ndut. “Kalau ingin mencari suku
cadang asli memang sudah tidak diproduksi lagi, tapi jika mau
memburunya dengan seksama di loakan, bengkel-bengkel kecil, atau
beberapa toko yang menjual suku cadang Honda, biasanya masih ada yang
menyimpan,” ucap Didin, modifikator motor-motor tua dan pemilik bengkel
modifikasi di kawasan Pademangan, Jakarta Utara.
“Walau
suku cadangnya tidak diproduksi lagi, AHM tetap bertanggung jawab
terhadap pengadaan suku cadang semua unit motor yang sudah diproduksi,”
ungkap Kristanto. Di sisi lain, beberapa importir umum suku cadang juga
masih mendatangkan komponen-komponen motor seri lama yang sudah tidak
diproduksi lagi. Begitu pula di beberapa sentra suku cadang dan aksesori
sepeda motor di kota besar, suku cadang Honda CB masih bisa dijumpai.
Digemari Artis
Di
antara penggemar CB terselip nama – nama beken alias artis. Tercatat di
antaranya Fadly (vokalis band Padi) dan Jarwo (gitaris band Naif) yang
dikenal sebagai kolektor Honda CB. “Saya punya tiga Honda CB. Dua sudah
di-restorasi alias modifikasi. Satu lagi dibiarkan tetap vintage,”
ungkap Fadly.
Sampai Ada Gelar “Republik Rakyat CB Untuk Kota Angin Nganjuk”
Di
Nganjuk, jangan heran jika di setiap rumah pasti ada Honda CB-nya.
Karena di sanalah sejarah lahirnya kembali Honda CB dan dimodifikasi
dengan berbagai model. Saking populernya di kalangan bikers, banyak yang
menyebut Nganjuk sebagai RRC-nya Indonesia alias ‘Republik Rakyat CB’
yang biasa di kenal dengan julukan "Nganjuk Kota Sejuta CB"
Anak
muda di sana malah punya semboyan, "Ojo Ngaku Wong Nganjuk Lak Gak
Nduwe CB" yang artinya “Janangan Mengaku Sebagai Orang Nganjuk Kalau
Belum Memiliki CB". kalimat semboyan tersebut terpampang jelas di Kaos CB Nganjuk yang di produksi oleh anggota CB Nganjuk yaitu Bro Aditya Herman yang lebih dikenal dengan sapaan Adit-Ya Nju'x.
Sebetulnya bukan hanya Nganjuk yang popular di Jawa Timur, ada tiga
wilayah lagi meski tidak seharum Nganjuk namanya, yaitu Surabaya, Malang
dan Jember. Keharuman nama Nganjuk sebagai wilayah klub Honda CB sampai
ke Jakarta dan Sumatera. Fadly, vokalis Padi sampai menganjurkan,
“Kalau ingin tahu banyak soal Honda CB datanglah ke Nganjuk.”
Nganjuk
khususnya dan Jawa Timur pada umumnya memiliki klub Honda CB yang cukup
solid dan sudah terdaftar dalam Ikatan Motor Indonesia (IMI). “Solidnya
kami bisa ditandai dengan kehadiran kami di Jembrana, paling tidak
mencapai jumlah 3.000 anggota,” ucap Kang Dun, ketua Club Honda CB
Nganjuk.
Akhirnya
Ngajuk menjadi barometer pecinta Honda CB. Kalau ingin memodifikasi
Honda CB, orang akan merujuk Nganjuk. Sampai-sampai jika ada yang ingin
mendirikan klub terlebih dahulu minta saran ke Nganjuk, siapa lagi kalau
bukan ke Kang Dun. “Dalam waktu dekat ini, sudah ada kontak dari Aceh
Barat yang ingin mendirikan klub CB di sana,” tutupnya.(2wheelers magazine)
Perkembangan Terakhir Komunitas CB
Dari
perkembangan terakhir ini komunitas CB era 2010 mulai tumbuh bagaikan
jamur di musim hujan….Terlebih sejak berdirinya wadah CB Indonesia
(CBI). Dengan diawali Jamas I, CBI di Jogya, Jamnas CBI 2 di Jatinganor
Bandung, Jamnas CBI ke 3 di Nganjuk , dan Jamnas CBI ke IV di Bengkuku
(26-27 nop) 2011 lalu.
Sebelum
berdirinya CBI sendiri di Jember Jatim telah dideklrasikan komunitas
CB yakni CB Owner Indonesia. Namun kumunitas ini akhirnya terkubur tanpa
eksitensi. Yang selanjutnya terbentuk CBI dengan terpilihnya
Ngadirahardjo atao lebih dikenal dengan panggilan Mbah Djo didapuk
sebagai Presiden CB Indonesia.
Berdasarkan
catatan Club CB tertua di Indonesia yakni CB Nganjuk, di tahun 2011
ini berusia 22 tahun , kemudian disusul MCBC Malang, dan SCBC
Semarang. Dalam even kemanusian komuntitas CB telah membuktikan dalam
bencana merapi di Jogya tahun lalu, selain memberikan bantuan logistic
dan bantuan financial anggota CB dari berbagai daerah terjun langsung
membantu para korban. Beberapa diantaranya pun ikut mendirikan posko
relawan CB, diantaranya posko CB Mobta , Posko CB Klaten dan Posko CB
Nuntilan-Megelang. Sekitar puluhan Club CB di tanah air ikut terlibat
dalam kegiatan kemanusian yang hampir sebulan lebih itu untuk menjadi
relawan secara bergiliran.
Hingga
kini catatan yang kami peroleh lebih dari 200-an Club CB di Indonesia.
berdasarkan jumlah untuk anggota CB terbanyak saat ini berada di
Lampung yakni CB Club Lampung (CBCL) dengan perkiraan anggota 1200
orang. Menurut Sekretaris CBCL Junaidi hingga saat ini ada 15 chapter
CBCL dengan total anggotanya semua mencapai 1200-an orang. Sungguh luar
biasa tentunya. Club CB di daerah-daerah belakangan ini semakin
tumbuh subur , dengan beragam aktifitasnya mulai touring, baksos juga
sering tampil dalam ajang kontes motor. Beberapa diantaranya club CB
yang kerap kontes serta menjuarai diantaranya The Community CB Deli
Serdang Sumut, dan belakangan nama Komet CB Club NTT di Kupang juga
mulai berkibar menjuarai kontes motor.
Sementara
itu club CB yang telah mendeklarasikan di tingkat wilayah propinsi
diantaranya CB Jateng –DIY dengan ketua Iswahyudi (Pak Is), CB wil
Sumbangsel (Lampung,palembang, bengkulu, Jambi) dengan Ketua Gede
Sastrawan, CB Bali dengan ketua Hanung Teguh (Pak de) , CB Kaltim dengan
ketua Tono, dan yang baru dideklarisikan tahun ini yakni CB Jatim
dengan ketua Haris. Kawasan lain yang mulai ,menggeliat dengan komitas
CBnya yakni di wilayah Kalimantan. Bahkan saat ultah CB Kemhon Pangkalan
Bun Kalteng , ditetapkan tiap tahunnya ada even Temu Kangen CB se
Kalimantan.
Nasionalisme
Untuk
memupuk rasa nasionalisme dan persatuan kesatuan bikers CB di tanah
Air, bendera CBI dengan thema CB Indonesia Menyatukan Nusantara dikirap
secara estafet mulai tanggal 28 Agustus 2010. Bendera merah putih dan
bendera CBI mulai bergerak dari Bali-Jatim, Jateng –DIY - kembali ke
Jatim dan dikibarkan di Nganjuk saat Jamnas CBI ke 3. Saat ini bendera
CBI berada di CMCB Padang setelah sebelumnya di kirab di Mataran Lombok
saat MUNAS CBI. Thema central CBI Menyatukan Nusantara secara filosofi
tentu memiliki makna yang dalam. Nusantara yang secara harafia nusa
(pulau) atau Nusantara dimaknai antara pulau yang satu dengan yang lain
dalam bingkai NKRI telah menjadi spirit tersendiri bagi bikers CB untuk
ikut memiliki rasa keIndonesiaan dengan berbagai keragamannya, melalui
penyaluran hobby motor CB .
Salam CB mania Indonesia….. (CBNews)